KABAR BANJAR - Hari ini, Rabu tanggal 12 Juni 2024, Kabupaten Ciamis merayakan hari jadinya yang ke-382. Peringatan hari jadi Kabupaten Ciamis tersebut menjadi momentum bagi pemerintah setempat dan juga seluruh masyarakat Kabupaten Ciamis untuk melakukan evaluasi dan introspeksi diri , sudah sejauh mana perkembangan pembangunan baik fisik maupun nonfisik, dan dampaknya bagi kesejahteraan masyarakat.
Di antara sekian banyak bidang pembangunan yang dilakukan Pemkab Ciamis dan masyarakatnya, masih ada satu pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, yakni wacana dan rencana Pemkab Ciamis untuk mengubah nama Kabupaten Ciamis menjadi Kabupaten Galuh yang hingga saat ini belum terwujud.
Ya, wacana perubahan nama daerah tersebut belakangan memang tengah menjadi isu hangat daerah dan menjadi perbincangan publik sejak wacana itu digulirkan oleh Bupati Ciamis Herdiat Sunarya pada tahun 2022 lalu.
Gaung perubahan nama Kabupaten Ciamis menjadi Kabupaten Galuh tidak hanya menarik perhatian masyarakat lokal, tetapi juga mengundang berbagai pertanyaan dan diskusi.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, Bupati Herdiat Sunarya telah menerbitkan Surat Keputusan upati Ciamis Nomor 060/KPTS.72-HUK/2022 tentang Pembentukan Panitia Persiapan Perubahan Nama Kabupaten Ciamis menjadi Kabupaten Galuh. Dari sisi regulasi pun sudah mulai dipersiapkan, dengan mengacu pada Permendagri Nomor 30 Tahun 2014 yang menjelaskan Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota.
Di balik rencana ini, terbentang sejarah panjang yang menghubungkan Ciamis dengan Galuh. Galuh, yang merujuk pada Kerajaan Galuh, merupakan cikal bakal Kerajaan Sunda dan berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran, memiliki peran penting dalam sejarah Jawa Barat.
Baca Juga: Jelang Hari Raya Kurban, Permintaan Golok Galonggong Tasikmalaya Meningkat
Penggunaan nama Galuh di masa lampau, sempat tergantikan dengan nama Ciamis di era kolonial Belanda. Alasan di balik perubahan ini masih simpang siur, namun beberapa spekulasi mengaitkannya dengan strategi politik Belanda untuk memecah belah rakyat Sunda.