Berpahala Setara dengan Ibadah Haji, Begini Tata Cara dan Waktu Pelaksanaan Shalat Isyraq

6 Juni 2024, 09:35 WIB
Shalat Isyraq dilaksanakan saat matahari terbit.* /Mohamad Ridwan/www.nu.or.id/

KABAR BANJAR - Di antara amalan sunnah yang dianjurkan dalam Islam adalah Shalat Isyraq. Shalat ini memiliki keutamaan tersendiri dan waktu pelaksanaannya yang spesifik, yaitu di waktu pagi hari.

Mengerjakan amalan Shalat Isyraq disebutkan memiliki nilai pahala yang besar. Bahkan disebutkan dalam hadits, pahala mengerjakan Shalat Isyraq setara dengan amalan mengerjakan ibadah haji secara sempurna. Oleh karena itu, amalan ini pun menjadi rujukan atau sangat dianjurkan bagi umat Islam yang belum mampu untuk melaksanakan ibadah haji. Belum mampu baik karena tidak ada biaya, tidak ada waktu, karena alasan kesehatan, atau lainnya.

Nah, dalam tulisan ini akan dibahas seluk beluk Shalat Isyraq, mulai dari pengertian, tata cara, waktu pelaksanaannya, hingga keutamaan yang diperoleh dari mengerjakan shalat ini.

Baca Juga: Bagi Umat Islam yang Belum Mampu Berhaji, Ini Amalan yang Bisa Dilakukan, Nilainya Setara dengan Ibadah Haji

Dikutip dari www.nu.or.id, Ust. Ahmad Muntaha dalam tulisannya menyebutkan, kata "isyrâq" secara bahasa bermakna terbit. halat Isyraq dalam fiqih adalah shalat yang dilakukan di waktu matahari terbit. Shalat Isyraq juga banyak dikaitkan dengan Shalat Dhuha, sehingga ada yang menyebut Shalat Isyraq dengan shalat Dhahwah Sughra, sementara shalat Dhuha disebut sebagai shalat Dhahwah Kubra.

Menurut Imam al-Ghazali, Imam as-Suyuthi, dan Syekh Alil Muttaqi al-Hindi, shalat Isyraq bukan shalat Dhuha, sedangkan menurut kebanyakan ulama adalah shalat Dhuha.

Sebab itu, berdasarkan pendapat yang menyatakan shalat Isyraq bukan shalat Dhuha maka ketentuan hukumnya berbeda dengan shalat Dhuha.

Baca Juga: Parfum Favorit Para Santri Indonesia: Menebarkan Keharuman dan Semangat Ibadah

Perbedaan Shalat Dhuha dan Shalat Isyraq

Dalil yang mendasari kesunnahan shalat Isyraq di antaranya adalah hadits berikut:

كَانَ إِذَا أَشْرَقَتْ وَارْتَفَعَتْ قَامَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَإِذَا انْبَسَطَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ فِي رُبُعِ النَّهَارِ مِنْ جَانِبِ الْمَشْرِقِ صَلَّى أَرْبَعًا (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي)

Artinya, “Ketika matahari terbit dan mulai naik (satu atau dua tombak) maka Rasulullah saw berdiri dan shalat dua rakaat; dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari arah timur dalam seperempat siang maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali t).


كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ مِنْ مَطْلَعِهَا قِيْدَ رُمْحٍ أَوْ رُمْحَيْنِ كَقَدْرِ صَلَاِة الْعَصْرِ مِنْ مَغْرِبِهَا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَمْهَلَ حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَ الضُّحَى صَلَّى أَرْبَعًا. (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي. حسن)

Artinya, “Ketika matahari bergeser dari tempat terbitnya seukuran satu atau dua tombak, sebagaimana ukuran waktu shalat Ashar dari Maghribnya, maka Nabi saw shalat dua rakaat, kemudian beliau diam (tidak shalat) sampai ketika waktu Dhuha naik, maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali. Hadits hasan).

Baca Juga: Bendungan Leuwikeris Hampir Rampung, Siap-siap Sambut Destinasi Wisata Baru di Tasikmalaya-Ciamis

Keutamaan Shalat Isyraq

Keutamaan shalat Isyraq adalah sebagaimana pahala haji dan umrah yang sempurna, yaitu bila dilakukan dalam rangkaian shalat Subuh secara berjamaah, lalu duduk berdzikir sampai terbit matahari, kemudian baru melakukan shalat Isyraq dua rakaat, sebagaimana diriwayatkan:

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَةٍ تَامَةٍ تَامَةٍ (رواه الترمذي. حسن)

Artinya, “Siapa saja yang shalat subuh secara berjamaah, kemudian duduk dengan berdzikir kepada Allah sampai terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR at-Tirmidzi. Hadits Hasan).

Ketentuan Waktu dan Jumlah Rakaat

Waktu shalat Isyraq masuk setelah matahari terbit dan telah naik satu tombak (tujuh hasta atau 2,5 meter) sebagaimana awal waktu shalat Dhuha; dan berakhir hingga jelasnya waktu siang (falaqin nahâr), tidak memanjang sampai menjelang waktu zawâl (saat matahari tergelincir ke arah barat).

Akhir waktu shalat Isyraq dibahasakan secara mudah oleh Syekh Bashri dengan kalimat: “Sampai terlepas dari awal waktunya dengan jarak pemisah waktu yang secara umum dianggap lama.” (Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain fi Irsyâdil Mubtadi-în, [Bairut, Dârul Fikr], halaman 103; dan Abdul Hamid as-Syirwani, Hawâsyis Syirwâni ‘ala Tuhfatil Muhtâj, [Bairut, Dârul Fikr], juz II, halaman 237.)

Rakaat dan Bacaan Surat dalam Shalat Isyraq

Rakaat shalat Isyraq adalah dua rakaat; sedangkan surat yang sunnah dibaca setelah al-Fatihah adalah surat ad-Dhuha pada rakaat pertama dan surat as-Syarh (Alam Nasyrah) para rakaat kedua.

Tata Cara, Niat, dan Doa Shalat Isyraq

Shalat Isyraq dilaksanakan dua rakaat sebagaimana shalat sunnah lainnya, dengan teknis sebagai berikut:

Mengucapkan niat shalat Isyraq: أُصَلِّيْ سُنَّةَ الإِشْرَاقِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushallî sunnatal isyrâq rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Saya menyengaja shalat sunnah Isyraq dua rakaat karena Allah ta’ala.” Niat di dalam hati bersamaan takbîratul Ihrâm, dan seterusnya.

Baca Juga: 30 Juleha Kota Banjar Tingkatkan Kualitas Daging Hewan Kurban ASUH

Setelah al-Fatihah pada rakaat pertama kemudian membaca surat ad-Dhuha, dan seterusnya. Setelah al-Fatihah pada rakaat kedua kemudian membaca surat as-Syarh, dan seterusnya sampai salam sebagaimana shalat biasa.

Setelah shalat Isyraq selesai, seseorang dianjurkan membaca doa sebagai berikut:

اَللّهُمَّ يَا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ فِيْ رِقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالبَيْتِ المَعْمُوْرِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ نُوْرًا أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ وَيَصْحَبُنِيْ فِيْ حَيَاتِيْ وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظَلاَم مِشْكَاتِيْ، وَأَسْأَلُكَ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ وَلَا يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التَّمَامِ، بَلْ أَدِمْ لَهَا الْإِشْرَاقَ وَالظُهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ. وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللهم اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَاِننَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا أَجْمَعِيْنَ.

Allâhumma yâ nûrannûri bit thûr wa kitâbim masthûrin fî riqqim mansyûrin wal baitil ma’mur, as-aluka an tarzuqanî nûran astahdî bihi ilaika wa adullu bihi ‘alaika wa yashhabunî fi hayâtî wa ba’dal intiqâli min dhalâmi misykâtî, wa as-aluka bissyamsi wa dhuhâha wa nafsin wa mâ sawwâha, an taj’ala syamsa ma’rifatika musyriqatam bî lâ yahjubuhâ ghaimul auhâmi walâ ya’tarîhâ kusûful qamaril wâhidiyyati ‘indat tamâm, bal adim lahâl Isyraqa wad dhuhûra ‘alâ mamarril ayyâmi wad duhûr. Wa shallillâhumma ‘alâ Sayyidinâ Muhammadin khâtamil anbiyâ-i wal mursalîn. Wal hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. Allâhummaghfir lanâ wa liwâlidîna wa li-ikhwâninâ fillâhi ahyâ-an wa amwâtan ajma’în.

Artinya, “Ya Allah, Wahai Cahayanya Cahaya, dengan wasilah bukit Thur dan Kitab yang ditulis pada lembaran yang terbuka, dan dengan wasilah Baitul Ma'mur, aku memohon padamu atas cahaya yang dapat menunjukkanku kepada-Mu. Cahaya yang dapat mengiringi hidupku dan menerangiku setelah berpindah (ke alam lain; bangkit dari kubur) dari kegelapan liang (kubur) ku. Aku meminta kepada-Mu dengan wasilah matahari beserta cahayanya di pagi hari, dan dengan jiwa dan kesempurnaannya, agar Engkau menjadikan matahari ma’rifat kepada-Mu yang seperti matahari cerahnya bersinar menerangiku, tidak tertutup oleh mendung-mendung keraguan, tidak pula terlintasi gerhana pada rembulan kemahaesaan di kala purnama. Tapi jadikanlah padanya selalu bersinar dan selalu tampak, seiring berjalannya hari dan tahun. Berikanlah rahmat ta'dzim Wahai Allah kepada junjungan kami Muhammad, sang pamungkas para nabi dan rasul. Segala Puji hanya milik Allah Tuhan penguasa alam. Ya Allah ampunilah kami, kedua orang tua kami serta kepada saudara-saudara kami seagama seluruhnya, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal." ***

 

Editor: Moch Ainurdin

Tags

Terkini

Terpopuler