Jajaki Usaha Daur Ulang
" Hasil produksi berbentuk bijih plastik belum pernah dijual. Dipastikan botol infus bekas yang dicacah sudah steril, karena sebelum didaur ulang diwajibkan menjalani disinfeksi dahulu di faskes pertama. Jika tak jalani disinfeksi dahulu di faskes itu, dipastikan botol infus bekas itu ditolaknya ," ucapnya.
Lebih lanjut dia menegaskan, pengolahan limbah botol infus bekas selama ini berpedoman pada Surat Kementrian Lingkungan Hidup RI. Yakni,
surat Nomor : B-6251/Dep.IV/LH/PDAL/05/2013 tentang klarifikasi terkait limbah botol infus bekas yang suratnya itu ditembuskan ke Kementrian Kesehatan RI.
Diantara isi surat tersebut, bahwa, limbah botol infus bekas yang berasal dari infus makanan dan atau obat dapat dilakukan pemanfaatan kembali (daur ulang). Menurutnya, limbah botol infus bekas dinyatakan sebagai limbah non-Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Syaratnya, setelah dilakukan disinfeksi kimiawi dan/atau termal dan dicacah, kemudian tidak dilakukan pemanfaatan kembali (daur ulang) untuk produk yang dikonsumsi.
" Yayasan hanya menerima dan melakukan pencacahan limbah botol infus bekas yang sudah disinfeksi oleh faskes saja. Jika saja tak menjalani SOP itu, dipastikan ditolak itu ," ucapnya.
Terkait perizinan berusaha berbasis resiko Nomor Induk Berusaha (NIB) Yayasan Jauza Hanan, dikatakan Advokat Junaedi, sebenarnya ini sudah ada dan diterbitkan Menteri Investasi / Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal di Jakarta, Maret 2024 ini.
" Berlatar proses pemanfaatan limbah atau daur ulang sudah melalui disinfeksi. Kemudian, perizinan dengan kepemilikan NIB sendiri, saya rasa sudah clear semuanya itu. Semoga anak-anak yang lagi menuntut ilmu, termasuk anak yatim di yayasan menjadi orang sukses di masa mendatang. Kembali khusu menunaikan ibadah di Bulan Ramadan ini ," ucap Advokat Junaedi.***